1. PENDAHULUAN

            Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan sendi-sendi kebudayaan. Demikian juga umat Islam amat memperhatikan kelestarian risalah Muhammad yang memuliakan semua umat manusia. itu disebabkan  risalah Muhammad bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya diperhatikan sepanjang diterima akal dan terpatri dalam hati.
            Oleh sebab itu kita dapati para pengembang petunjuk yang terdiri atas para sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya meneliti dengan cermat tempat turunnya Qur’an ayat demi ayat, baik dalam waktu ataupun tempatnya. 

            Dakwah menuju jalan Allah itu memerlukan metode tertentu dalam menghadapi segala kerusakan akidah, perundang-undangan dan perilaku. Beban dakwah itu baru diwajibkan setelah benih subur tersedia baginya dan fundasi kuat telah dipersiapkan untuk membawanya. Asas-asas perundang-undangan dan aturan sosialnya juga baru digariskan setelah hati manusia dibersihkan dan tujuannya ditentukan, sehingga kehidupan yang teratur dapat terbentuk atas dasar bimbingan dari Allah.
            Orang yang membaca al-Qur’anul Karim akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada pada ayat-ayat Madaniyah, baik dalam irama maupun maknanya; sekalipun yang kedua itu didasarkan pada yang pertama dalam hukum- hukum dan perundang-undangannya.  











2. PEMBAHASAN
A.   Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
                 Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefenisikan terminologi Makkiyah dan Madaniyah. Keempat perspektif itu adalah masa turun, dan tempat turun, objek pembicaraan dan tema pembicaraan. Dari perspektif masa turun, mereka mendefenisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut. Makkiyah ialah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Mekkah,[1] Madaniyah adalah ayat yang diturunkan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyah walaupun turun di Mekah atau Arafah.

B.   Cara-cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Dalam menetapkan ayat-ayat al-Qur’an yang termasuk kategori Makkiyah dan Madaniyah, para sarjana muslim berpegang teguh pada dua perangkat pendekatan yaitu:[2]
1.      Pendekatan transmisi atau dengan periwayatan yang benar yang berasal dari para sahabat, yaitu orang yang besar kemungkinanya menyaksikan  dan mendengar langsung tentang turunnya wahyu, atau para generasi tabi’in yang langsung berjumpa dengan para sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu.
2.      Dengan pendekatan analogi (qiyas) yaitu ketika melakukan kategorisasi Makkiyah dan Madaniyah, para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak dari ciri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu.

C.   Perhatian para ulama terhadap surat yang diturunkan di Mekah dan Madinah

            Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki Surat-surat Makki dan Madani. Mereka meneliti al-Qur’an ayat demi ayat, surat demi surat untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat, dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada para peneliti objektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan Madani. Dan itu pula sikap ulama kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Qur’an lainnya.
            Abul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin an-Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya at-Tanbih ‘alâ  fadli ‘Ulûmil Qur’ân: “Diantara ilmu al-Qur’an yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzul Qur’an dan daerahnya, urutan turunya di Mekah dan Madinah, tentang yang diturunkan di Mekah tetapi hukumnya Madinah dan sebaliknya, yang turun di Mekah mengenai penduduk Madinah dan sebaliknya, yang serupa dengan yang diturunkan di Mekah.[3]
Yang terpenting yang dipelajari oleh para ulama dalam pembahasan ini ialah:
1.      Yang diturunkan di Mekah. Diantara contohnya adalah surah adh-Dhuhaa, al ‘Alaq, al-Hajj dan lain sebagainya.
2.      Yang diturunkan di Madinah. Diantara contohnya adalah dua puluh surah diantaranya ialah al-Baqarah, Ali ‘Imran, an-Nisa, al-Maidah, al-Anfal, at-Taubah, an-Nur, al-Ahzab, Muhammad, al-Fath, al-Hujurat dan lain sebagainya.
3.     Sedangkan yang diperselisihkan ada dua belas surah diantaranya al-Fatihah, ar-Ra’d, ar-Rahman, as Saff, al-Qadar, al Bayyinah, az-Zalzalah, al-Ikhlas dan lain sebagainya.
4.      Ayat-ayat Makkiyah dalam surah-surah Madaniyah, dengan dinamakan surah itu Makkiyah atau Madaniyah tidak berarti bahwa surah tersebut seluruhnya Makkiyah atau Madaniyah, diantara sekian contoh ayat-ayat Makkiyah dalam surah Madaniyah ialah surah al-Anfal itu Madaniyah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat:
øŒÎ)ur ãä3ôJtƒ y7Î z`ƒÏ%©!$# (#rãxÿx. x8qçGÎ6ø[ãŠÏ9 ÷rr& x8qè=çGø)tƒ ÷rr& x8qã_̍øƒä 4 tbrãä3ôJtƒur ãä3ôJtƒur ª!$# ( ª!$#ur çŽöyz tûï̍Å6»yJø9$# ÇÌÉÈ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
5.      Ayat-ayat Madaniyah dalam surat Makkiyah. Misalnya surat al-An’am. Ibn Abbas berkata: ”Surah ini diturunkan di Mekah, maka ia Makkiyah, kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, yaitu ayat: “Katakanlah: Marilah aku bacakan…..” sampai dengan ketiga ayat itu selesai (al-An’am: 151-153).
6.      Ayat yang diturunkan di Mekah sedang hukumnya Madani. Mereka memberi contoh dengan firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) öä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” (al-Hujarat: 13)
7.      Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makkiyah. Mereka memberi contoh dengan surat al-Mumtahanah. Surah ini diturunkan di Madinah dilihat dari segi tempat turunya; tetapi seruanya ditunjukan kepada orang musyrik penduduk Mekah. Juga seperti permulaan surat al-Bara’ah yang diturunkan di Madinah, tetapi seruanya ditunjukan kepada orang-orang musyrik penduduk Mekah.
8.      Ayat yang serupa dengan yang diturunkan di Mekah dalam Madinah. Yang dimaksud oleh para ulama adalah ayat-ayat yang diturunkan dalam surat-surat Madaniyah tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum surat Makkiyah. contohnya firman Allah dalam surat al-Anfal yang Madaniyah:
øŒÎ)ur (#qä9$s% ¢Oßg¯=9$# bÎ) šc%x. #x»yd uqèd ¨,ysø9$# ô`ÏB x8ÏZÏã öÏÜøBr'sù $uZøŠn=tã Zou$yfÏm z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# Írr& $oYÏKø$# A>#xyèÎ 5OŠÏ9r& ÇÌËÈ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih."
9.      Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam Makkiyah. Yang dimaksud oleh para ulama adalah kebalikan dari sebelumnya (no. 8). Mereka memberi contoh dengan firman Allah dalam surat an-Najm:
tûïÏ%©!$# tbqç7Ï^tGøgs uŽÈµ¯»t6x. ÉOøOM}$# |·Ïmºuqxÿø9$#ur žwÎ) zNuH©>9$# 4
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.”(an-Najm:32)
10.  Ayat yang dibawa dari Mekah ke Madinah. Contohnya ialah surat al-A’la. Diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Barra bin ‘Azib yang mengatakan: “Orang yang pertama kali datang kepada kami dari para sahabat Nabi adalah Mus’ab bin ‘Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Keduanya membacakan Qur’an kepada kami. Sesudah itu datanglah Umar bin Khattab sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membacakan Sabbihisma rabbikkal a’lâ dari ayat yang semisal denganya.
11.  Yang dibawa dari Madinah ke Mekah. Contohnya ialah awal surat al-Bara’ah.
12.  Ayat yang turun pada malam hari dan pada siang hari. Kebanyakan ayat al-Quran turun pada siang hari. Mengenai yang turun pada malam hari Abul Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi telah menelitinya. Dia memberikan beberapa contoh, di antaranya: bagian-bagian surat Ali’ Imran, awal surat al-Fath yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”
13.  Yang turun di musim panas dan di musim dingin. Para ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang kalâlah yang terdapat di dalam surat an-Nisa. Sedang yang diturunkan di musim dingin mereka contohkan dengan ayat-ayat mengenai “tuduhan bohong” yang terdapat dalam surat an-Nur: “Sesunguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga…” sampai dengan “Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia.” (an-Nur: 11-26).

D.   Perbedaan ayat yang diturunkan di Mekah dan Madinah
Untuk membedakan ayat yang diturunkan di Mekah dan Madinah, para ulama mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri di antaranya:[4]
·        Dari segi waktu turunya. Ayat yang diturunkan di Mekah adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan di Mekah. Ayat yang diturunkan di Madinah adalah ayat yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Madinah. Yang diturunkan di Mekah atau Arafah adalah Madaniyah seperti yang diturunkan  pada tahun penaklukan kota Mekah misalnya firman Allah:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt ÇÎÑÈ
·        Dari segi tempat turunya. Ayat Makkiyah ialah yang diturunkan di Mekah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan Madaniyah yang turun di Mekah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil’. Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya pembagian secara kongkrit yang mendua, sebab yang turun dalam perjalanan, di Tabuk maupun di Baitul Makqdis tidak termasuk kedalam salah satu baginya sehingga dia tidak dinamakan Makkiyah dan tidak juga Madaniyah. Juga mengakibatkan bahwa yang diturunkan di mekah sudah hijrah disebut Makkiyah.
·        Dari segi sasaranya. Makkiyah adalah yang seruanya ditunjukan pada penduduk Mekah dan Madaniyah adalah yang seruanya ditunjukan kepada penduduk Madinah. Berdasarkan pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat al-Qur’an  yang menunjukan seruan ya ayyuhannas (Wahai manusia) adalah ayat yang diturunkan di Mekah, sedang ayat yang mengandung seruan ya ayyuhal lazina amanu (Wahai orang-orang yang beriman) adalah ayat yang di turunkan di Madinah.
E.     Faedah ayat yang diturunkan di Mekah dan Madinah.[5]
1.      Untuk dijadikan alat bantu untuk menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turunnya ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan mentafsirkan dengan tafsir yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab yang khusus.
2.      Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
3.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwanya, baik dalam priode Mekah maupun priode Madinah, sejak permulaan turunya wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. 
F.   Ciri-ciri spesifik Makkiyah dan Madaniyah
Seperti telah diuraikan di atas, para sarjana muslim telah berusaha merumuskan ciri-ciri spesifik Makkiyah dan Madaniyah dan dalam Menguraikan kronologis al-Qur’an. Mereka mengajukan dua titik tekan dalam usahanya itu, yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis. Dari titik tekan pertama, mereka memformulasikan ciri-ciri khusus Makkiyah dan Madaniyah sebagai berikut.[6]
1.         Ciri-Ciri khusus Makkiyah.
a)      Di dalamnya terdapat ayat sajadah;
b)      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata Kalla;
c)      Dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha an-naas dan tidak ada yang dimulai dengan yaa ayyuha al-laaziina, kecuali dalam surat al-Hajj, karena dipenghujung surat tersebut sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha al-ladziina;
d)      Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para Nabi dan umat terdahulu;
e)      Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, Kecuali surat al-Baqarah; dan
f)       Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong seperti alif lam mim dan sebagainya, kecuali surat al-Baqarah dan Ali-Imran.
2.         Ciri-ciri khusus Madaniyyah.[7]
a)      Mengandung ketentuan farai’dh dan had;
b)      Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat al-Ankabut;
c)      Menagandung uraian tentang perdebatan dengan ahli Kitab;
Sedangkan berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskan ciri-ciri spesifik Makkiyyah dan Madaniyyah  sebagai berikut.
1.      Ciri-ciri umum Makkiyyah.
a)     Menjelaskan ajakan monoteisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka dan siksaanya;
b)     Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga terdapat celaan-celaan kriminalitas yang dilakukan kelompok musyrikin, misalnya mengambil harta anak yatim secara zalim serta uraian tentang hak-hak;
c)     Menuturkan kisah Nabi dan umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin;
d)      Ayat dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkatanya agak keras; dan
e)      Banyak mengandung kata-kata sumpah.

2.      Ciri-ciri umum Madaniyah.
a)     Menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintah mengenai perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’;
b)     Menghitabi Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani dan mengajaknya masuk Islam, menguraikan perbuatan mereka yang telah menyimpangkan Kitab Allah dan menjauhi kebenaran serta perselisihannya setelah datang kebenaran;
c)     Mengungkap langkah-langkah orang munafik;
d)     Surat dan sebagian ayatnya panjang serta menjelaskan hukum secara jelas dan mengunakan uslub yang jelas pula.
3. KESIMPULAN

            Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefenisikan terminologi Makkiyah dan Madaniyah. Keempat perspektif itu adalah masa turun, dan tempat turun, objek pembicaraan dan tema pembicaraan. Dari perspektif masa turun, mereka mendefenisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut. Makkiyah ialah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Mekkah, Madaniyah adalah ayat yang diturunkan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyah walaupun turun di Mekah atau Arafah.
Dalam menetapkan ayat-ayat al-Qur’an yang termasuk kategori Makkiyah dan Madaniyah, para sarjana muslim berpegang teguh pada dua perangkat pendekatan yaitu:
1.      Pendekatan transmisi atau dengan periwayatan yang benar yang berasal dari para sahabat, yaitu orang yang besar kemungkinanya menyaksikan  dan mendengar langsung tentang turunya wahyu, atau para generasi tabi’in yang langsung berjumpa dengan para sahabat yang menyaksikan turunya wahyu.
2.      Dengan pendekatan analogi (qiyas) yaitu ketika melakukan kategorisasi Makkiyah dan Madaniyah, para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak dari ciri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Anwar, Rosihon. 2000. Studi Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
2.      Qaththan, Manna.2006. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Litera Antar Nusa.
Pepenulis : Hasan Fauzi





[1] Roshihon Anwar, Studi  Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2000,  hal. 104.
[2] Roshihon Anwar, Studi Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2000,  hal. 108.

[3] Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Bogor, 2006,  hlm. 72
[4] Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Bogor, 2006,  hlm. 83
[5]  Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Bogor, 2006,  hlm. 81
[6] Roshihon Anwar, Studi Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2000.  hal. 110.

[7] Roshihon Anwar, Studi Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2000.  hal. 111.