PENDAHULUAN
Ada satu pandangan teologis dalam Islam bahwa al-Qur’an shalihun li kulli zaman wa makan. Sebagian umat Islam memandang keyakinan tersebut sebagai doktrin kebenaran yang bersifat pasti. Akibatnya muncul respon reaktif terhadap setiap perkembangan situasi yang terjadi dalam perjalanan sejarah peradaban manusia. Misalnya dengan pernyataan bahwa semua ilmu pengetahuan yang ada sekarang ini dan pada masa yang akan datang sudah ada semuanya dalam al-Qur’an. Seperti yang disampaikan oleh al-Ghazali dalam Jawahir al-Qur’an.
Respon ini tentunya tidak produktif. Sebab jika ada penemuan baru berdasarkan metodologi ilmu pengetahuan kontemporer yang kontradiktif dengan al-Qur’an muncul respon defensif yang seringkali menempatkan informasi-informasi dalam teks al-Qur’an pada dataran mistik. Ada semacam pemaksaan teologis dalam rangka menyelamatkan keshahihan al-Qur’an tersebut. Padahal upaya ini justru akan memposisikan al-Qur’an secara sempit. Pemahaman al-Qur’an hanya terbatas pada ruang dan waktu ketika al-Qur’an itu turun, atau paling tidak sampai pada waktu ulama-ulama klasik saja.
Karenanya diperlukan upaya yang lebih produktif dalam rangka mempertahankan pandangan teologis di atas. Salah satunya adalah pengembangkan tafsir kontemporer dengan menggunakan metodologi baru yang sesuai dengan perkembangan situasi sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban manusia. Persoalannya adalah bagaimana merumuskan sebuah metode tafsir yang mampu menjadi alat untuk menafsirkan al-Qur’an secara baik, dialektis, reformatif, komunikatif serta mampu menjawab perubahan dan perkembangan problem kontemporer yang dihadapi umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penelusuran sejarah tentang berbagai upaya ulama dalam mengembangkan kaidah-kaidah penafsiran. Tujuannya adalah untuk mengetahui prosedur kerja para ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga penafsiran tersebut dapat digunakan secara fungsional oleh masyarakat Islam dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Kaidah-kaidah ini kemudian dapat digunakan sebagai referensi bagi pemikir Islam kontemporer untuk mengembangkan kaidah penafsiran yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Namun kaidah-kaidah penafsiran di sini tidak berperan sebagai alat justifikasi benar-salah terhadap suatu penafsiran al-Qur’an. Kaidah-kaidah ini lebih berfungsi sebagai pengawal metodologis agar tafsir yang dihasilkan bersifat obyektif dan ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan. Sebab produk tafsir pada dasarnya adalah produk pemikiran manusia yang dibatasi oleh ruang dan waktu.
Dengan demikian, ada beberapa persoalan yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:
Ø Apakah yang dimaksud dengan kaidah-kaidah penafsiran?
Ø Bagaimanakah penerapan kaidah penafsiran tersebut dalam penafsiran al-Qur’an?
Ø Bagaimanakah pengembangan kaidah penafsiran tersebut pada era kontemporer sekarang ini?